Banjir melanda wilayah Solo pada akhir November 2016, akibat dari jebolnya tanggul yang tidak mampu menahan curah hujan yang deras mengguyur kota Solo selama beberapa hari. Empat keluarga anggota Gereja menjadi korban banjir. Para pemimpin Gereja pun segera bergerak untuk membantu para anggota tersebut.
Presiden Budi Susanto, presiden pasak Surakarta, segera membentuk tim untuk membantu korban bencana banjir. Beberapa dievakuasi ke gedung Gereja karena rumah mereka tidak dapat ditinggali. Salah seorang anggota, sr. Danik Siswanto, yang menjadi korban banjir menceritakan, “Banjir datang tengah malam. Air masuk ke rumah kami dengan cepat. Kami pun segera menyelamatkan anak-anak kami dan tidak lupa membawa Emergency Kit yang telah kami siapkan jika sewaktu-waktu terjadi bencana.”
Emergency KitUskup Suparno, dari Lingkungan Banjarsari, ketika mendapat kabar bahwa anggota dari Lingkungannya terkena musibah banjir dan mengungsi di bantaran sungai Bengawan Solo di daerah Mojo, segera mengajak presidensi Lembaga Pertolongan dan beberapa anggota lainnya untuk menuju lokasi.
Lokasi tidak dapat dijangkau dengan kendaraan sehingga mereka harus memarkir kendaraan sekitar 1 km jauhnya dari lokasi dan melanjutkan dengan berjalan kaki. Tiba di lokasi mereka menemukan anggota tersebut dalam keadaan yang memprihatinkan. Bantuan berupa makanan, minuman, dan terpal diberikan.
“ ... Bersedia menanggung beban satu sama lain agar itu boleh menjadi ringan,” (Mosia 18:8) demikianlah yang telah dilakukan oleh anggota Gereja di pasak Surakarta.
Pemukiman yang dilanda banjir
Bersama keluarga yang terkena musibah banjir
Kondisi di tempat pengungsian
Sungai Bengawan Solo yang luapan airnya membanjiri permukiman sekitar
Emergency Kit, keluarga Siswanto mematuhi imbauan nabi untuk bersiap bagi bencana apa pun.
Keluarga Siswanto yang mengungsi di gedung Gereja.