Pesan Pemimpin Area (Juli 2023)

Membawa Damai di Dunia yang Penuh Perselisihan

Aset terbesar kita untuk membawa damai di dunia yang penuh perselisihan adalah memilih untuk membiarkan hati kita dipenuhi dengan emosi dan atribut seperti Kristus yang menenangkan dan menyejukkan di saat-saat berselisih.

Penatua Kelly R. Johnson
Penatua Kelly R. Johnson Penasihat Kedua dalam Presidensi Area Asia

Jika kita ingin menjadi pembawa damai di dunia yang penuh perselisihan, pertanyaan yang harus kita ajukan kepada diri sendiri adalah “di manakah hati saya?” Salah satu bagian favorit saya dari bahasa Thailand adalah dimasukkannya kata “hati” dalam deskripsi berbagai emosi dan perasaan.  Misalnya, atribut menjadi sejuk, tenang, dan sabar tercermin pada kata dalam bahasa Thailand yang secara harfiah diterjemahkan sebagai “hati yang sejuk.” Emosi yang berlawanan dari menjadi cepat marah, tergesa-gesa atau cepat naik darah tercermin dalam kata bahasa Thailand yang diterjemahkan sebagai “hati yang panas.” Cara mengasosiasikan emosi dan perasaan dengan hati ini menciptakan kata-kata yang kaya makna dan mengajak kita untuk merenungkan apa yang sebenarnya terjadi di saat-saat emosional tersebut. 

Tulisan suci memuat banyak rujukan tentang hati yang membantu kita memahami betapa kuatnya hati kita dalam membimbing pikiran dan emosi kita. Beberapa rujukan tersebut antara lain:

“Hati terajut bersama dalam kesatuan dan dalam kasih satu sama lain.” (Mosia 18:21)
“Lemah lembut dan rendah hati.” (Matius 11:29)
“Angkat hatimu dan bersukacitalah.” (A&P 31:3)
“Orang yang terdorong hatinya.” (Keluaran 35:5)
“Hati yang hancur dan roh yang menyesal.” (3 Nefi 9:20)
“Murni hatinya.” (Mazmur 24:3-4)

Signifikansi tambahan adalah ajaran khusus dari Tuhan yang dengan jelas mendefinisikan apa yang penting dan tidak penting bagi-Nya. Mengenai semua orang Dia bertutur, “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati” (1 Samuel 16:7; penekanan ditambahkan).
 


“Hati terajut bersama dalam kesatuan dan dalam kasih satu sama lain.”

Mosia 18:21

Kita dapat mengatasi perselisihan dan kekecewaan di dunia dengan memantau secara cermat apa yang terjadi di dalam hati kita sendiri. Contohnya, ketika dihadapkan pada perselisihan, apakah kita membiarkan hati kita menjadi panas atau dingin?

Juruselamat mengajarkan sebuah perumpamaan yang membantu kita melihat pentingnya mengendalikan apa yang ada dalam hati kita. Seorang pria memiliki dua putra. Putra bungsu meminta kepada ayahnya bagian dari warisannya dan kemudian meninggalkan rumah dan pergi ke negeri yang jauh, menyia-nyiakan semua warisannya untuk hidup berfoya-foya. Akhirnya kelaparan melanda negeri itu dan pemuda ini tidak punya apa-apa untuk dimakan. Putus asa, dia memutuskan untuk kembali ke rumah dan meminta ayahnya agar mengizinkannya menjadi pelayan upahan. Kembalinya sang putra menempatkan sang ayah dalam situasi yang menarik. Dia harus memilih untuk membiarkan hatinya menjadi marah, getir atau dendam, atau membiarkannya dipenuhi dengan kebaikan, penerimaan dan rasa syukur bahwa putranya telah kembali. “Hati yang sejuk” sang ayah memilih kasih, dan dia berlari menyongsong putranya, memberinya pakaian, memasangkan cincin di jarinya, dan menyiapkan santap malam penyambutan. “Hati yang sejuk” sang ayah dalam situasi yang berpotensi menimbulkan perselisihan ini memungkinkan atribut-atribut yang indah terwujud. Kakak laki-laki dalam kisah ini mengalami ujian hati serupa. Dia bisa membiarkan hatinya dipenuhi dengan kemarahan, penolakan, dan kecemburuan atas perayaan yang diberikan kepada adiknya, atau dia bisa membiarkan hatinya dipenuhi dengan kebaikan, penerimaan, dan rasa syukur karena saudara  laki-lakinya yang hilang telah kembali. Sedihnya, kita mengetahui bahwa anak sulung tersebut membiarkan “hati yang panas” menguasainya dan tidak mau menghadiri santap malam penyambutan yang dimaksudkan untuk merayakan kembalinya saudara laki-lakinya (Lukas 15:11-32).
 

Membawa Damai di Dunia yang Penuh Perselisihan

Aset terbesar kita untuk membawa damai di dunia yang penuh perselisihan adalah memilih untuk membiarkan hati kita dipenuhi dengan emosi dan atribut seperti Kristus yang menenangkan dan menyejukkan di saat-saat berselisih.

Kuasa tertinggi untuk mengendalikan hati kita dan mengubahnya menjadi lebih baik datang melalui Pendamaian Yesus Kristus. “Perubahan yang hebat” dalam hati yang dialami Alma bekerja “menurut imannya,” dan hati para pengikutnya diubah sewaktu mereka “menaruh kepercayaan mereka kepada Allah yang sejati dan hidup” (Alma 5:12, 13). Demikian pula, hati rakyat Raja Benyamin “diubah melalui iman pada nama [Juruselamat]” (Mosia 5:7). Dalam kitab Helaman kita diajari proses yang diperlukan untuk memperoleh “perubahan hati yang hebat” ini. Kita membaca bahwa orang-orang “sering berpuasa dan berdoa, dan menjadi semakin kuat … semakin dan semakin teguh dalam iman kepada Kristus … bahkan pada pemurnian dan pengudusan hati mereka, yang pengudusan itu datang karena penyerahan hati mereka kepada Allah” (Helaman 3:35).

Saya yakin bahwa membawa damai di dunia yang penuh perselisihan hanya mungkin terjadi ketika kita belajar mengubah dan mengendalikan hati kita untuk selalu dipenuhi dengan atribut dan emosi yang damai. Jika hati kita benar-benar diubah melalui Pendamaian Yesus Kristus, tindakan dan tanggapan kita akan membawa damai pada setiap situasi yang penuh perselisihan.